TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN IPS
- A. Teori belajar behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran IPS
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar
behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary
and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di
antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark
Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
- 1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori
koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama,
menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum
kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon.
- 2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar
sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon
yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun
dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
- 3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel
hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun
dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi
juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
- 4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama
adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu
gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang
sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar
yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah
guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
- 5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan
Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia
mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement
dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,
1997).
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam
Pembelajaran IPS
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran IPS tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
- A. Teori belajar Kognitifistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran IPS
Tidak seperti halnya belajar menurut
perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan
hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru
merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu
dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori
belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana
orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi
pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan
dan memori.
- 1. Jenis Pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang
mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang
dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang
telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,
dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya
hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar
berikutnya. Berbagai riset terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan
makin membuktikan bahwa pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting
dibanding strategi belajar yang terbaik yang tersedia sekalipun. Terlebih bila
pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu
akan membawa hasil lebih baik lagi tentunya.
Perspektif kognitif membagi jenis
pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
- Pengetahuan Deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual.
- Pengetahuan Prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan bagaimana”.
- Pengetahuan Kondisional, adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan.
Pengetahuan deklaratif rentangnya
sangat beragam, bisa berupa pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar
mengelingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda
yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi),
pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan)
atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan
maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).
Menyatakan proses penjumlahan atau
pengurangan pada bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun
bila siswa mampu mengerjakan perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki
pengetahuan prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui
rumus tertentu atau menterjemahkan teks bahasa Inggris adalah contoh kemampuan
pengetahuan prosedural lainnya. Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam
satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan prosedural hal
tersebut, dengan kata lain penguasaan pengetahuan ini juga dicirikan oleh
praktek yang dilakukan.
Sedangkan pengetahuan kondisional
adalah kemampuan untuk dapat mengaplikasikan kedua jenis pengetahuan di atas.
Dalam menyelesaikan persoalan perhitungan kimia misalnya, siswa harus dapat
mengidentifikasi terlebih dahulu persamaan apa yang perlu dipakai (pengetahuan
deklaratif) sebelum melakukan proses perhitungan (pengetahuan prosedural).
Pengetahuan kondisional ini jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa,
karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa
mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu,
namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.
Hal yang sangat penting jadinya
untuk mengidentifikasi jenis pengetahuan ini bagi guru ketika mengajar.
Mempelajari informasi tentang pokok bahasan tertentu tidak selalu menyebabkan
siswa akan menggunakan informasi tersebut. Tidak juga latihan menyelesaikan
banyak soal pada topik bahasan tertentu, akan membantu mereka memahami satu
prinsip lebih mendalam. Mengetahui sesuatu topik, mengetahui prosedural
penyelesaian masalah serta tahu kapan dan mengapa menggunakan pengetahuan
tersebut adalah hasil belajar yang berbeda-beda, dan tentu saja ini perlu
diajarkan dengan cara yang berbeda pula.
- 2. Model Pengolahan Informasi
Untuk menggunakan tiga jenis
pengetahuan di atas, tentunya kita harus dapat mengingatnya dengan baik. Hal
berikutnya teori belajar yang dibahas dalam perspektif kognitif ini adalah
tentang bagaimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang
bekerja dalam proses berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan
informasi merupakan salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang
menjelaskan kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang meliputi
tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori kerja dan memori
jangka panjang.
1. Memori Sensori adalah
sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
2. Memori Kerja atau
memori jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu
sampai sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi.
Informasi yang dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan
menentukan apa yang perlu disimpan di memori kerja ini.
3. Memori Jangka Panjang menyimpan
informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi di dalamnya
disimpan dalam bentuk secara verbal dan visual.
Memori Sensori
Memori sensori adalah sistem yang
bekerja seketika melalui alat indera dinama kita memberikan arti kepada stimuli
yang datang dinamakan persepsi. Arti yang diberikan berasal dari
realitas objektif serta dari pengetahuan kita sebelumnya. Contohnya, suatu
symbol ‘l’ akan dipersepsi sebagai huruf alpabet tertentu kalau kita
menggolongkannya dalam urutan j, k. l, m; namun dalam kesempatan berbeda
seperti l, 2, 3, 4 maka symbol yang sama bermakna angka satu. Memori sensori
akan menangkap stimuli dan mempersepsi, atau memberikan makna; dalam hal ‘l’
konteks dan pengetahuan kita akan menentukan makna yang akan diberikan, bagi
seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang angka atau huruf, maka
symbol itu kemungkinan tidak bermakna apapun. Misalnya teks yang Anda baca saat
ini akan dipersepsi berbeda oleh orang lain yang tidak mengerti bahasa
Indonesia ataupun yang buta huruf, walaupun matanya melihat deretan simbol yang
sama seperti Anda; ataupun saat kita membaca huruf kanji dari koran berbahasa
Jepang dimana kita tidak punya kemampuan untuk memahaminya. Memori sensori
tidak hanya bekerja untuk simbol saja namun juga dalam hal warna, gerakan,
suara, bau, suhu dan lainnya yang semuanya harus dipersepsi secara simultan.
Namun karena keterbatasan kemampuan, kita hanya dapat memfokuskan pada beberapa
stimuli saja dan mengingkari yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian
sangatlah selektif; dengan kata lain saat perhatian penuh sangat diperlukan,
biasanya stimuli lainnya akan ditolak.
Perhatian adalah tahap pertama dalam
belajar. Siswa tidak dapat memahami apa yang mereka tidak kenali atau tidak
dapat dipersepsi. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa.
Tampilan atau aksi yang dramatis dapat mencuri perhatian siswa pada awal pembelajaran.
Cara lainnya adalah melalui perlakuan pada kata yang diucapkan atau ditulis
oleh guru dengan warna yang kontras, digaris bawahi atau ditandai; memangil
siswa secara acak, memberikan kejutan siswa, menanyakan hal yang menantang,
memberikan masalah yang dilematis, mengubah metoda mengajar dan tugas, mengubah
frekuensi suara dan jedanya akan dapat membantu menarik perhatian dari siswa.
Namun menarik perhatian siswa adalah hal pertama, membuat mereka untuk tetap
fokus pada pelajaran dan tugasnya juga hal yang kritis berikutnya harus
dilakukan oleh guru.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal, yaitu :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi
tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di
atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.
Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers
(1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di
sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah
pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun
belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia
masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga
menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia
malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance
dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak
menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto
Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang
didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai
untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk
mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers
menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan
dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan
metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan
istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah
pasien.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
Kognitif
(kebermaknaan)
Experiential (
pengalaman atau signifikansi)
Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan
psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western
Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang
pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshop di Hongaria, Brazil,
Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet.
Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987.
Teori Humanistik Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari
teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung
didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain :
teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien
(client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group
centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering
digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak
pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori
behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih
penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai
potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian
humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup
yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada
kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud
tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
- Kecenderungan
formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun
dari hal-hal yang lebih kecil.
- Kecenderungan
aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke
kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai
kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Struktur Kepribadian menurut Rogers
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah
dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam
teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
makhluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan
psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat
dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang
terjadi dalam diri dan dunia eksternal
Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan
diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk
tingkah laku.
Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan
dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan
mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang
internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena
ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia,
sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika
potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas
diri akan identitas dirinya begitu bayi
mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak.
Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk.
Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri
sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi
tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan
yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem :
Konsep diri yaitu
penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari
oleh individual (meski tidak selalu akurat).
Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara konsep diri dan diri ideal
akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Carl Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self,
yaitu:
1. Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal
tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
- Pengalaman yang
dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
- Pengalaman yang
dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh
struktur diri.
- Pengalaman yang
dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai
dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat
diasimilasikan oleh konsep diri.
2. Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan,
air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan
menolak untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga
mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
- Penghargaan
positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai,
atau diterima oleh orang lain.
- Penghargaan diri
yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri
(self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri
akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
3. Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
- ada ketidak
seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri
organis.
- Ketimpangan yang
semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang
menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat
seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga
untuk dirinya.
- Jika kesadaran
diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak
menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan
konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman
adalah penyangkalan dan distorsi
terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi
pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap
pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri
supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan
neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka
individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk
menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan
akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat
muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
Dinamika Kepribadian
1. Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas menerima regard positif,
kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self
Consistensy and Congruence) → organisme
berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik )
dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan
pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization) →
Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori
bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang
organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi
tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar
organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan
peningkatan diri (enhancement).
Perkembangan Kepribadian menurut Rogers
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua
orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan
secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang
berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya:
Terbuka untuk
mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya
sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa
terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti
perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
Hidup menjadi
(Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin
pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan
spontan.
Keyakinan
Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman
organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti
kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai
perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
Pengalaman
kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri,
tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup
dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
Kreatifitas
(Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan
good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak
psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang
digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien
menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah.
Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan
adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered
theory.
Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers
1. Teori Rogers
disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif,
serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
2. Asumsi dasar teori
Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
3. Diri (self) adalah
terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2
subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
4. Kebutuhan individu
ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif
(positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
5. Stagnasi psikis
terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan
untuk menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika
gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan
menyebabkan psikotik.
6. Dalam terapi,
terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan
adalah klien itu sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pembelajaran IPS
Teori Roger dalam pembelajaran adalah dibutuhkannya 3 sikap
dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2)
penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.
- Realitas di
dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator
menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat
masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
- Penghargaan,
penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat
timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan
tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
- Pengertian yang
empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif
diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari
dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses
pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi
pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:
1. Menjadi manusia
berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan
mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang
bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman
terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif
sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar
guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck
pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
Merespon perasaan
siswa
Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa
Menghargai siswa
Kesesuaian antara
perilaku dan perbuatan
Menyesuaikan isi
kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
Tersenyum pada
siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif
mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan
dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator. Berikut ini adalah berbagai
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang
bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan
dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
6. Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap
waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam
dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan
harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya
sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada
hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
Merumuskan tujuan
belajar yang jelas
Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
Mendorong siswa
untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
Mendorong siswa
untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
Siswa di dorong
untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa
yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
Guru menerima
siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara
normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
Evaluasi diberikan
secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku
dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki
rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa
dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang
tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi
tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng
menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada.
Prinsip- prinsip belajar humanistik:
1. Manusia mempunyai
belajar alami
2. Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
3. Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
4. Tugas belajar
yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu
rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh caar
6. Belajar yang
bermakna diperolaeh jika siswa
melakukannya
7. Belajar lancar
jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang
melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
A. Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya
dalam Pembelajaran IPS
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang
relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori
sibernetik, belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan
sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses
belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan
tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu
jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar
sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Sekilas, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif
yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik , namun,
yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses. Informasi inilah
yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori Sibernetik ini adalah bahwa tidak ada
satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua
siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang
siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama itu mungkin
akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya.
Ketiga komponen tersebut adalah :
Sensory Receptor
(SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali
informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk
aslinya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah
terganggu atau berganti.
Working Memory
(WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi
yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas
terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa
pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari
stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan
jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
Long Term Memory
(LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan;
1) berisi semua pengetahuan yan telah dimiliki individu,
2) mempunyai kapasitas tidak terbatas,
3) sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan
pernah terhapus atau hilang.
Bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari
proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi
(storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang
telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur
informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara hirarkhis,
dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan
rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Teori ini telah dikembangkan oleh para penganutnya, antara
lain seperti pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi
yang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan
heuristik), pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist
dan tipe serial atau serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang
berorientasi pada pengolahan informasi.
1. Tokoh Aliran Sibernetik
a. Landa
Landa merupakan salah seorang ahli Psikologi yang beraliran
Sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama, disebut
proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus
menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik,
yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus (Budiningsih,
2002:81).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang
hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau dalam istilah
yang lebih teknis yaitu sistem informasi yang endak dipelajari) diketahui
ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan
memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasidan berpikir. Misalnya, agar siswa
mampu memahami sebuah rumus matematika, biasanaya mengikuti urutan tahap demi
tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu. Namun, utuk
memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi
(misalnya konsep “masyarakat”), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa
dibimbing ke arah yang “menyebar” (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka
terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan linier.
b. Pask dan Scott
Ahli lain adalah yang pemikirannya beraliran sibernetik
adalah Pask dan Scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott
sama dengan pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu,
tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang
lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi
menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term memory),
ingatan jangka panjang (long term memory), dan sebagainya, yang berhubungan
dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi. Kita
lihat pengaruh aliran Neurobiologis sangat terasa di sini. Namun, menurut teori
sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya car
kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi
mekanisme itu pun perlu diketahui.
Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari
sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
Sedangkan siswa tipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik
Penerapan Teori Belajar Sibernetik Dalam Pembelajaran IPS
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan
belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan
tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang
berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah
(Suciati,2001:34) :
1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan
pada pra syarat belajar
4. Menyajikan bahan peransang
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informative
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam pembelajaran IPS
ialah:
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional.
Menentukan metode
pelajaran.
Mengkaji sistem
informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
Menentukan
pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik
ataukah heuristik).
Menyusun materi
pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
Menyajikan materi
dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi
pelajaran.
Kelebihan Teori Sibernetik
Cara berfikir yang
berorientasi pada proses lebih menonjol.
Penyajian
pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
Kapabilitas
belajar dapat disajikan lebih lengkap.
Adanya keterarahan
seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Adanya transfer
belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
Kontrol belajar
memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
Balikan
informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan Teori Sibernetik
Teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem
informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.
Selain itu teori ini tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga hal
ini menyulitkan penerapannya.
1. Kepercayaan pada
diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
2. Belajar
sosial adalah belajar mengenai proses belajar
C. Penerapan Teori Belajar Mental dalam Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial
Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya
strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaran
yang dimaksud adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan
pembelajara di kelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007: 1).
Dalam kalangan anak-anak, baik di lingkungan keluarga
ataupun di sekolah, hampir semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara
disiplin, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan, latihan tetap
terhadap suatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, displin
mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap, serta adanya
arahan-arahan motivasi dari pihak lain. Semua itu jika dilakukan akan
menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul di bidang yang
dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang, pada asalnya
disiplin dilakukan oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak
langsung, jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama,
akan menghasilkan perilaku disiplin internal.
Suatu pekerjaan jika dikerjakan secara terus menerus dengan frekuensi yang relatif tetap,
akan menjadikannya seseorang menjadi terbiasa dengan pekerjaannya itu. Disiplin juga tidak hanya untuk hal-hal yang
bersifat praktis, namun juga dapat bersifat mental. Sebagai contohnya, dengan
telah melakukan ‘hafalan’ secara disiplin terhadap perkalian angka 1 x 1,
sampai dengan perkalian 10 x 10, maka kita sekarang tidak perlu berpikir lagi
jika ditanya, 6 x 7, 8 x 9, atau 7 x 7. Kita bisa langsung menjawab hasilnya
dengan benar. Itu semua akibat dari hasil belajar melalui pola disiplin mental
ketika kita di SD dulu. Disiplin mental dikenal juga dengan disiplin formal.
Teori disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam
sistem pembelajaran, karena kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan
perilaku pada diri individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman,
dan perubahan tersebut relatif menetap (Suciati, 2005: 13). Berdasarkan
kriteria tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan
sebagai media untuk menambah pengetahuan untuk perubahan perilaku individu
secara menetap dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar.
Dalam ranah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, teori
disiplin mental menjadi dasar dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan
strategi guru memberikan buku-buku yang relevan kepada siswa untuk dipelajari
secara terus-menerus. Pembelajaran dengan teori ini, mengakselerasi siswa untuk
selalu meningkatkan kemampuannya dan ketrampilannya dengan senantiasa belajar
setiap hari, mempelajari materi-materi setiap hari, sehingga semua kompetensi
yang distandarkan dapat dikuasai.
Standar kompetesi bahan kajian Pengetahuan Sosial dan
Ilmu-Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan (Arnie Fajar, 2009: 105), adalah:
1. Kemampuan memahami
fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial dan budaya dan
menerapkannya untuk:
a. Mengembangkan
sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai akibat perbedaan yang ada
di masyarakat;
b. Menentukan sikap
terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial budaya;
c. Menghargai
keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat multikultural.
2. Kemampuan memahami
fakta, konsep, dan generalisasi tentang manusia, tempat dan lingkungan serta
menerapkannya untuk:
a. Meganalisis proses
kejadian, interaksi dan saling ketergantungan antara gejala alam dan kehidupan
di muka bumi dalam dimensi ruang dan waktu;
b. Terampil dalam
memperoleh, mengolah dan menyajikan informasi geografis.
3. Kemampuan memahami
fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku ekonom da kesejahteraan serta
menerapkanya untuk:
a. Berperilaku yang
rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi;
b. Menumbuhkan jiwa,
sikap dan perilaku kewirausahaa;
c. Menganalisis
sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi;
d. Terampil dalam
praktik usaha ekonomi sendiri.
4. Kemampuan memahami
fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu, keberlanjuta dan perubahan serta
menerapkannya untuk:
a. Meganalisis
keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian;
b. Merekonstruksi
masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi masa depan;
c. Menghargai
berbagai perbedaan serta keragaman sosial, kultural, agama, etnis dan politik
dalam masyarakat dari pengalaman belajar peristiwa sejarah.
5. Kemampuan memahami
dan meninternalisasi sistem berbansa dan bernegara serta menerapkannya untuk:
a. Mewujudkan
persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945;
b. Membiasakan untuk
mematuhi norma, menegakkan hukum, dan menjalankan peraturan;
c. Berpartisipasi
dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis; menjunjung
tinggi, melaksanakan dan menghargai HAM.
Berdasarkan karakteristik pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan
kewarganegaraan tersebut tentu saja teori disiplin mental sangat dominan
dipergunakan dalam pembelajaran terutama permasalahan pengetahuan tentang
masalah konsep-konsep. Pengertian, definisi, kriteria dan materi-materi
pembelajaran yang perlu dikuasai tentu saja diperlukan penerapan teori disiplin
mental dalam proses pembelajarannya.
Penerapan secara nyata dalam proses belajar mengajar yang berhubungan
dengan disiplin mental dalam setiap mata pelajaran (misalnya pembelajaran
tingkat SMP) sebagai berikut:
1. Pembelajaran
Ekonomi
Guru memberikan materi pembelajaran tentang sistem perilaku
ekonomi dan kesejahteraan dengan memberikan pengertian tentang sistem
berekonomi, ketergantungan, sesialisasi dan pemberian kerja, perkoperasian,
kewirausahaan, dan pengelolaan keuangan perusahaan. Materi-materi tersebut
dapat disampaikan siswa dengan menerangkan atau mengunakan buku dan diakhir
pembelajaran siswa mengerjakan LKS sebagai tes hasil evaluasi.
2. Pembelajaran
Sejarah
Guru dapat menggunakan gambar dan media lain dengan
memberikan materi tentang dasar-dasar ilmu sejarah, fakta, peristiwa dan proses
sejarah. Siswa diakhir pembelajaran diminta untuk menerangkan kembali tentang
pembelajan tersebut agar lebih memperdalam materi pembelajaran bagi siswa
lainnya.
3. Pembelajaran
Geografi
Guru dapat menggunakan peta dan diskusi tentang materi
sistem informasi geografi, interaksi gejala fisik dan sosial, struktur internal
suatu temat, interaksi keruangan dan persepsi lingkungan dan kewilayahan. Guru
dapat memberikan tugas dengan mempelajari materi lain untuk memerdalam materi.
4. Pembelajaran PKn
Guru dapat mengunakan strategi belajar kelompok, untuk
membahas tentang persatuan bangsa, nilai dan norma, hak asasi mausia, kebutuhan
hidup, kekuasaan dan politik, masyarakat demokratis, Pancasila da konstitusi
negara serta globalisasi. Guru kemudian dapat bertanya kepada siswa satu
persatu untuk menjawab pertanyaa dari guru untuk mengukur kedalaman pemahama
materi.
Teori disiplin mental juga dapat dilaksanakan dengan
menggunakan pembelajaran dengan strategi eksositori. Model pengajaran
ekspositori merupakan kegiatan yang terpusat pada guru. Guru aktif membeerikan
penjelasan atau informasi tererinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama
pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, ketrampila dan ilai-nilai
kepada siswa. Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada
siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 172).
Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Sosial_Profetik
Ada 7 asumsi dasar :
1. Bahwa masyarakat yang analisis sebagai suatu kesukuan yang terdiri dari berbagai yang saling berintegrasi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau juga bisa bersifat hubungan timbal balik.
3. System sosial yang ada bersifat dinamis.
4. Integrasi yang sempurna dimasyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya sering timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan akhir tetapi dapatt dinetralisir lewat proses pelembagaan.
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara biladual dan perlahan-lahan sebagai suatu proses pembuatan.
6. Perubahan adalah merupakan penyesuaian dan yang tumbuh karena adanya differensiasi dan inovasi.
7. Bahwa system diintegrasikan lewat pendidikan dengan nilai-nilai yang sama
1. Bahwa masyarakat yang analisis sebagai suatu kesukuan yang terdiri dari berbagai yang saling berintegrasi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau juga bisa bersifat hubungan timbal balik.
3. System sosial yang ada bersifat dinamis.
4. Integrasi yang sempurna dimasyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya sering timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan akhir tetapi dapatt dinetralisir lewat proses pelembagaan.
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara biladual dan perlahan-lahan sebagai suatu proses pembuatan.
6. Perubahan adalah merupakan penyesuaian dan yang tumbuh karena adanya differensiasi dan inovasi.
7. Bahwa system diintegrasikan lewat pendidikan dengan nilai-nilai yang sama
Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2144438-asumsi-dasar-dalam-teori-teori/#ixzz1qNa9RAPr